Logo Pegadaian
Close Menu

Hukum Bergadai dalam Islam

18 Mar 2020 | 42380 views

Gadai disebut rahn dalam bahasa Arab, yang berarti sesuatu yang tertahan atau tetap. Rahn juga merupakan istilah untuk memberikan harta sebagai jaminan untuk utang. Benda yang digunakan sebagai jaminan juga disebut rahn. Sementara itu, orang yang memiliki utang atau menggadaikan disebut rahin.

Adanya sistem gadai bertujuan untuk melunasi utang yang tidak dapat dibayar oleh orang yang berutang. Nilai barang yang digadaikan biasanya sebanding dengan nilai utang yang telah diambil. Dengan sistem gadai ini, ada jaminan terhadap harta kekayaan bagi si pemberi pinjaman dan ada keamanan dari risiko hilang atau ditipu.

Hukum Gadai dalam Islam

Gadai dalam Islam hukumnya jaiz atau boleh. Hal ini tercantum dalam Alquran, hadis, qiyas, dan ijma.

Hukum dalam Alquran adalah sebagai berikut:

"Dan jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang)1. Akan tetapi, jika sebagian kamu memercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa kalbunya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-Baqarah: 283).

Hukum dalam hadis adalah sebagai berikut:

Nabi Shalallahu alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo, lalu beliau menjadikan baju besinya sebagai gadainya. (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan qiyas, asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Mudzakkiratul Fiqh mengatakan demikian, Karena gadai adalah kebutuhan, baik penggadai (murtahin) maupun pegadai (rahin), qiyas dan pandangan yang benar memungkinkan ada gadai.

Berdasarkan ijma, Ibnu Qudamah dalam al-Mughni menyebutkan secara umum, kaum muslimin bersepakat bahwa gadai diperbolehkan dalam kehidupan sehari-hari jika diperlukan.

Hukum tentang bergadai dalam Islam juga ditentukan berdasarkan kondisinya, apakah sedang mukim (tetap) atau keadaan safar (dalam perjalanan). Meskipun ayat yang disitir memiliki konteks tentang gadai dalam keadaan safar, tidak berarti bahwa mereka yang mukim tidak diperbolehkan.

Pada keadaan safar, justru sulit bagi seseorang untuk menemukan saksi atau penulis. Jadi, gadai lebih mungkin untuk dilakukan. Lebih mudah pula untuk memberikan sesuatu sebagai barang gadaian.

Hukum bergadai lain yang bisa dipahami dari Tafsir as-Sa di menyebutkan bahwa tujuan gadai adalah menjamin kepercayaan. Apabila pihak pemberi pinjaman merasa percaya terhadap pengutang serta suka melakukan transaksi tanpa barang jaminan, hal ini juga sah-sah saja. Namun, di sisi lain pengutang juga harus menunaikan tanggung jawabnya untuk membayar utang tersebut meskipun tanpa barang gadai.

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan

Sebelum melakukan gadai yang berkonsep syariah, Anda harus mengetahui syaratnya terlebih dahulu. Syarat pertama adalah bahwa kedua pihak yang melakukan transaksi gadai harus sudah merdeka, berakal, baligh, dan rasyid. Rasyid artinya bisa membelanjakan harta secara benar. Ini berarti, budak tidak diperbolehkan ikut melakukan gadai. Orang yang hilang akal dan anak kecil pun tidak boleh bergadai.

Selanjutnya, pergadaian juga bisa dilakukan dengan orang kafir (tidak harus dengan seorang Muslim). Nabi Shalallahu alaihi wasallam pun melakukan pergadaian dengan Abu Syahm, seorang Yahudi. Sahabat Muhammad bin Maslamah juga menyatakan keinginan bergadai dengan Kab bin al-Asyraf, seorang Yahudi, dalam al-Bukhari no. 251Q.

Terkait barang yang digadaikan, syarat-syarat yang harus diperhatikan adalah telah diketahui barang, ukuran, sifat, dan jenisnya. Syarat kedua adalah barang tersebut harus merupakan milik pegadai atau milik orang lain yang diizinkan untuk digadaikan olehnya. Syarat ketiga adalah dapat diperjualbelikan, seperti hewan, besi, baju, dan sebagainya.

Apabila rahn atau barang yang digadaikan harus dikeringkan atau dijemur supaya tidak cepat rusak, biaya pengeringan ditanggung oleh pegadai. Jika barang tersebut dikhawatirkan rusak, sebaiknya dijual dan hasilnya untuk mengganti rahn sebelumnya.

Terkait qabdh atau pengambilalihan barang gadai, murtahin melakukannya dengan cara memindahkannya dari rahin (penggadai). Jika tidak bisa dipindahkan, misalnya rumah atau tanah, penggadai menyerahkan kepada murtahin serta tidak menghalangi saat murtahin mengambilnya.

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam hukum Islam, Pegadaian Syariah juga memiliki layanan Gadai Syariah. Ini adalah solusi bagi rahin atau penggadai yang membutuhkan dana cepat. Proses yang harus dilakukan tidak sulit, bahkan hanya sekitar 15 menit. Selain itu, barang jaminan seperti perhiasan, kendaraan bermotor, atau elektronik tetap tersimpan dengan aman.

Keunggulan lain dari Gadai Syariah adalah jangka waktu pinjaman hingga 4 bulan. Penggadai dapat sewaktu-waktu melakukan pelunasan sesuai perhitungan dalam masa pinjaman. Jumlah pinjaman yang tersedia adalah antara Rp50.000 hingga Rp200 juta.

Nah, demikian seluk-beluk hukum bergadai dalam Islam dan rekomendasi tempat yang paling ideal untuk melakukannya. Semoga bermanfaat.